Disclaimer
Dalam rangka menyambut hari Ibu yang berjarak tidak jauh dengan hari ulang tahun nyokap gue, akhirnya gue memilih memposting cerpen lama yang sempat gue pendam beberapa tahun. Satu kalimat yang sederhana, "Sudah makan belum?", gue pastikan akan kalian rindukan kelak.
Happy Reading...
“Ci, jangan makan
diluar, ya. Hari ini Mama masak soto ayam.”
Baru-baru
ini. Hari minggu pagi. Tidak biasanya Mama berpesan seperti itu. Aku yang juga
tidak biasanya bangun siang pun hanya bisa mengangguk. Lima menit kemudian, aku
pergi ke gereja untuk ibadah dan pelayanan.
Pukul
1 siang. Seusai ibadah selesai, teman-temanku mengajakku makan bakso langganan
yang biasa kami santap seusai pulang gereja. Biasanya, aku akan langsung
mengiyakan ajakan mereka. Pergi ke kios bakso lalu pulang hingga sore. Entah
angin apa yang membuatku begitu ngotot ingin makan dirumah kali ini. Mungkin
karena rasa bersalahku pada Mama.
Semenjak
bekerja dan mengambil kuliah malam, waktu untuk dirumah otomatis langsung
berkurang. Makan siang, di kantor. Makan malam, di kampus. Hari minggu pun,
hampir sama. Pulang gereja, ngobrol-ngobrol sampai sore. Sampai dirumah, hari
sudah malam.
Tiba
dirumah, dengan mata setengah mengantuk, Mama keluar dari kamarnya hanya untuk
bertanya, “Kamu sudah makan belum, Ci?”
Dan, dengan cueknya aku menjawab,
“Sudah dikampus.”
Kali
ini, aku sudah bertekad. Memenuhi janjiku pada Mama. Terserah mereka mau
berkomentar apapun. Yang terpenting, aku
harus penuhi janjiku kali ini. Mengingat betapa menyedihkannya hidup tanpa Mama,
saat pertama kali bekerja diluar kota. Aku yang terbiasa dibawakan ‘bekal’
makan siang oleh Mama sejak kecil, saat itu harus menyiapkan semuanya sendiri.
Jenis
makanan yang disiapkan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang biasa dibuat
oleh Mama. Namun bagiku, tetap saja berbeda. Tidak ada sentuhan Mama di dalam
‘bekal’ makan siang tersebut. Tidak ada doa Mama yang disisipkan di tiap
sendokan nasi ataupun sayur. Berharap agar anaknya mendapat segala hal yang
terbaik hari itu.
Aku
kembali menghadapi jalanan. Mengendarai motorku yang meluncur meninggalkan
kawasan gereja. Perutku sudah mulai keroncongan, mungkin juga sudah dangdutan
siang itu. Rasa lapar yang mendera serta membayangkan lezatnya soto buatan
Mama, membuatku semakin tidak tahan untuk segera sampai di rumah.
Sesampainya
dirumah, Mama keluar dari kamarnya, menghampiriku dan menanyaiku seperti biasa.
Tapi kali ini berbeda. Beliau sudah tahu kalau aku akan pulang untuk makan
masakannya. Ia pun bertanya, “Mau makan nggak, Ci?”
Tanpa
kata-kata lagi, aku segera menuju dapur kemudian meraih mangkuk dan meracik
sendiri isian soto ayam yang disediakan. Mama pun dengan segera memanaskan
kembali kuah soto yang baru dimasaknya. Senang rasanya bisa makan masakan Mama
akibat jarangnya aku di rumah.
Begitu
pun Mama. Aku rasa ia pun senang. Anak tertuanya bisa memenuhi permintaannya
kali ini. Walau hanya sekedar makan masakannya. Inilah kebahagiaan kecil yang
tak terucap. Membahagiakan Mama selagi masih bisa. Lagi, walau hanya sekedar
memakan masakan buatannya.
Dan selalu berusaha menjawab pertanyaan beliau,
“Sudah makan belum, Ci?” dengan jawaban “Belum, Ma. Mau makan masakan Mama
saja.”
Selagi
bisa, kenapa tidak?
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^