Sore itu, sembari melahap potongan cilok, gue memperhatikan orang-orang yang lalu lalang.
Sekali waktu, ada yang menenteng beberapa buntel belanjaan, lainnya ada yang menggandeng anak-istrinya, sementara gue... menggandeng tas hitam butut kesayangan.
Banyaknya orang yang lewat tidaklah mengherankan. Maklum, gue berada di salah satu pusat perbelanjaan yang terSUBUR di Tangerang. Yang antri dikasirnya harus seSABAR menanti durian runtuh.
Beberapa saat menunggu, gue melihat pembeli yang mendorong troly-nya keluar toserba. Tentunya dengan ijin.
Pergerakan troly nya tiba2 terhenti saat melewati lubang di turunan depan toserba. Awalnya cukup sulit, troly tak kunjung jalan. Mandek. Untungnya pemilik belanjaan tidak sendiri. Menyadari temannya tertinggal dan mengalami hambatan, ia membantunya dan membebaskan troly tadi dari lubang yang menghambat.
Kadang, dari hal yang biasa seperti tadi, gue seperti diingatkan akan filosofi "mengerjakan sesuatu dengan 2-3 orang lebih baik daripada sendiri"
Eits, bukan berarti perampokan, pencurian atau tindak kejahatan lain yang dikerjakan bersama-sama itu baik loh.
Belajar dari pengalaman Festival kemarin, gue merasa bahwa kita benar-benar tidak bisa bekerja sendiri. Berjalan sendiri sih OKE, tapi untuk bergerak sendiri-sendiri untuk sebuah hasil yang besar, itu TIDAK OKE.
Sesuai judul artikel kali ini. Hidup seperti sebuah trolli. Kita mengangkut masalah, kesenangan, kesedihan, kesuksesan, segalanya dalam satu troli. Membawanya menuju sebuah pencapaian akhir. Tapi jika ditengah jalan, troli kita tersangkut batu atau terjatuh ke dalam lubang, kita tidak bisa memaksakan diri mendorongnya terus dari belakang. Kita membutuhkan teman, sahabat, keluarga untuk membantu kita mengangkat sisi roda yang jatuh dan tersangkut tadi.
Lagi. Lagi dan Lagi. Pasti akan terus terulang, mengingat berlikunya dan sulitnya lika-liku jalanan. Sama halnya seperti perjalanan hidup. Hingga akhirnya kita tiba di tempat tujuan, tempat kita mengangkut hasil belanjaan, barang bawaan dan seluruh jerih payah yang sudah kita letakkan dalam troli. Troli kehidupan...
Eits, bukan berarti perampokan, pencurian atau tindak kejahatan lain yang dikerjakan bersama-sama itu baik loh.
Belajar dari pengalaman Festival kemarin, gue merasa bahwa kita benar-benar tidak bisa bekerja sendiri. Berjalan sendiri sih OKE, tapi untuk bergerak sendiri-sendiri untuk sebuah hasil yang besar, itu TIDAK OKE.
Sesuai judul artikel kali ini. Hidup seperti sebuah trolli. Kita mengangkut masalah, kesenangan, kesedihan, kesuksesan, segalanya dalam satu troli. Membawanya menuju sebuah pencapaian akhir. Tapi jika ditengah jalan, troli kita tersangkut batu atau terjatuh ke dalam lubang, kita tidak bisa memaksakan diri mendorongnya terus dari belakang. Kita membutuhkan teman, sahabat, keluarga untuk membantu kita mengangkat sisi roda yang jatuh dan tersangkut tadi.
Lagi. Lagi dan Lagi. Pasti akan terus terulang, mengingat berlikunya dan sulitnya lika-liku jalanan. Sama halnya seperti perjalanan hidup. Hingga akhirnya kita tiba di tempat tujuan, tempat kita mengangkut hasil belanjaan, barang bawaan dan seluruh jerih payah yang sudah kita letakkan dalam troli. Troli kehidupan...
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^