minta |
Peristiwa dimana Marc Marquez yang konon katanya
Siang itu, sepulang sekolah, gue bawa motor dengan kecepatan sedang. Melintasi jembatan pertigaan yang mau menuju kebon besar. Gue melihat seorang ibu bersama anak laki-lakinya, mengendarai motor dengan kecepatan super... lambat. Tapi, jalannya agak ke tengah. Otomatis, gue agak menurunkan kecepatan, takut-takut menabrak. Ditambah, motor si ibu kasih lampu sein ke kiri. Lah gue, ambil-lah ke kanan. Wong dia mau belok ke kiri, nggak akan mungkin ke kanan dong.
Kagetnya gue, si ibu tiba-tiba belok ke kanan! Mendadak rem-lah gue. Harusnya gue yang marah. Sebaliknya, ibu itu menatap gue sambil melotot dan berkata, "Bawa motor pelan-pelan. Nggak ngeliat ada orang lewat!"
Demi Tuhan! Gue rasanya pengen garuk muka itu ibu. Jelas-jelas dia yang salah kasih lampu sein, dan sekarang galakan dia. "Lah ibu sein-nya ke kiri."
"Situ bawa motornya pelan-pelan. Jadinya orang belok nggak usah nabrak-nabrak."
Doeeng, keki? Keki lah! Tapi harus gue telen sendiri. Percuma juga ladeni ibu-ibu yang maksa bener.
Tapi, namanya juga manusia. Apalagi sesama perempuan. Gue juga terkadang suka lupa ganti arah lampu sein. Gue sudah kasih sein saat berbelok ke kiri, arah kebon besar. Tapi saat mau ke kanan arah Duta Garden, gue lupa ganti dan baru sadar setelah selesai belok. Akhirnya, sering kali gue malas kasih lampu sein. Sebagai gantinya, gue akan berada di arah yang akan gue belok lebih dulu sebelum belokannya dekat.
Kadang, gue suka berencana. Kasih tanda ke sekeliling kita kalau sebentar lagi kita mau ada acara ini, itu, begini dan begitu. Kadang juga kita sudah memberitahu dari jauh-jauh hari. Tapi gue ngerasa nggak bisa luput dari penyakit lupa. Dan lagi, semua persiapan dan tanda yang kita buat untuk kehidupan kita, terkadang tidak sesuai dengan yang Tuhan mau. Gue harus siap untuk keputusan dan pilihan buruknya.
pinjem |
Sekarang, demi menghindari salah kasih sein, tanda dan persiapan terhadap semua orang, gue lebih memilih diam. Gue nggak perlu gembar-gembor sana sini, takut nggak jadi. Gue hanya perlu mengambil jalan yang benar, dari jauh-jauh tempat sebelum gue ambil langkah untuk berbelok dan mengambil keputusan. Seperti gue banting stir di pertengahan tahun kemarin. Karena apa yang kita persiapkan, belum tentu sejalan dengan Tuhan. Ambil jalan yang benar jauh-jauh hari, bawa dalam doa dan biarkan Tuhan yang mengurus sisanya.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^