source |
Untungnya, dihari ketiga, gue, Lisbet dan Christin berada pada satu kelas. Satu mata kuliah. Satu nusa. Satu bangsa. MERDEKA!!! *ups* *abaikan*
Sepulang dari kampus, gue nebeng Lisbet yang motornya diparkir di ujung parkiran nan super jauh. Sementara Christin memutuskan untuk tidak ikutan pergi. Alasan klasik, nggak biasa main malam. *main congklak, main ular tangga* *tsahh..*
Gue duduk dikursi penumpang motor Lisbet lalu melewati perumahan abadi alias areal kuburan Tanah Gocap. Suasana sepi kuburan menyebabkan Bebet -panggilan Lisbet- sampai berkata 'takut' lewat areal tersebut. Dan gue, dengan santainya menjawab, 'lu baru lewat kali ini aja udah takut, lah gue tiap hari lewat. Biasa aja tuh'. *kibas rambut* *dicolek kuntilanak* *kabuurr*
Lalu dilanjutkan dumelannya soal di Itin -panggilan Christin- yang tidak mau ikut ekspedisi kali ini. Akhirnya, gue dan Bebet melewati areal kuburan dan melaju menuju kawasan Pasar Lama Tangerang. Tiba-tiba, swiingg... Itin datang tiba-tiba tanpa dijemput dan diantar. Bukan... bukan jelangkung! Itu karena dia bawa motor sendiri. Nethink aja niiih... Hahaha..
Back to Pasar... Namanya juga pasar, biarpun sudah malam, kehidupan di dalamnya tetap ada. Buktinya, masih banyak pedagang kaki lima bertebaran disisi kiri-kanan jalanan.
Begitu masuk area pasar lama, Bebet mengendarai motor beat pink miliknya perlahan. Mencari sosok 'anak jalanan' yang akan diwawancarai olehnya. Sayangnya, sampai ujung jalan pasar lama, sosok tersebut tidak juga ketemu. Sampai Itin berhenti di depan kita dan menunjuk seorang anak yang minta-minta.
Dengan pede-nya, gue manggil tuh anak. Dan lagi, dengan penuh kepercayaan diri gue mengutarakan maksud gue dan teman-teman gue memanggil anak tersebut. Setelah wawancara selesai, gue bilang ke Itin dan Bebet,
"Kayak di film-film ya. Kita lakuin riset sendiri, wawancara sendiri, rekam video sendiri nanti di presentasiin sendiri,"