24 Juni 2013

langit jogja vs langit jakarta


Aku baru menyadari perbedaan kedua langit tersebut dalam menyambut awan kelabu.

Mungkin karena aku yg masih terbawa nuansa jogja atau memang baru menyadarinya sekarang.

Awan-awan mendung yang menghiasi langit sejak aku berangkat meninggalkan kota pelajar tersebut, meninggalkan kesan beda.

Langit Jogja yg kelabu tidak sesendu langit jakarta yg mendadak membuatku ikut terkena virus-virus galau.

Mungkin juga karena dibawah naungan langit Jogja, aku tidak harus mengingat luka-luka sendu dan gelisah yang aku tinggalkan di tiap jalur rel kereta yang kulalui.

Seperti menjemput sendu, luka-luka itu menempel kembali seiring kembalinya aku kepada kota dimana aku harus melanjutkan kehidupan.


Kembali kesebuah kota yg masih ku cintai. Ya. Aku mencintai kota itu, tmpat dmn segala luka pernah tergores dan mengering.

Kelak, aku hrz benar2 meninggalkannya. Terserah. Ditinggalkan ditiap rel besi kereta api. Atau membiarkanny menguap jauh seperti asap hitam yg keluar dari cerobong asap pabrik2.

Yang tanpa peduli akan lingkungan. Yang tak peduli pula pda perasaanku yg ikut mnghitam. Membutuhkan bayclin untuk dibersihkan. Eh, jangan. Pemutih juga tidak bagus.

Bagaimana jikalau membiarkanya membaur bersama awan2 putih kemudian mendominasi si asap. Kemudian berhasil berubah menjadi lebih baik.

Huaahh...

Rasanya banyak yang harus dikerjakan sebelum itu semua. Lalu, menunggu waktu. Lagi-lagi menunggu.

Ah, kenapa jadi galau beneran sih?!

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^