22 Desember 2015

Mother...

Disclaimer
Dalam rangka menyambut hari Ibu yang berjarak tidak jauh dengan hari ulang tahun nyokap gue, akhirnya gue memilih memposting cerpen lama yang sempat gue pendam beberapa tahun. Satu kalimat yang sederhana, "Sudah makan belum?", gue pastikan akan kalian rindukan kelak.
Happy Reading...

“Ci, jangan makan diluar, ya. Hari ini Mama masak soto ayam.”

Baru-baru ini. Hari minggu pagi. Tidak biasanya Mama berpesan seperti itu. Aku yang juga tidak biasanya bangun siang pun hanya bisa mengangguk. Lima menit kemudian, aku pergi ke gereja untuk ibadah dan pelayanan.

Pukul 1 siang. Seusai ibadah selesai, teman-temanku mengajakku makan bakso langganan yang biasa kami santap seusai pulang gereja. Biasanya, aku akan langsung mengiyakan ajakan mereka. Pergi ke kios bakso lalu pulang hingga sore. Entah angin apa yang membuatku begitu ngotot ingin makan dirumah kali ini. Mungkin karena rasa bersalahku pada Mama.

Semenjak bekerja dan mengambil kuliah malam, waktu untuk dirumah otomatis langsung berkurang. Makan siang, di kantor. Makan malam, di kampus. Hari minggu pun, hampir sama. Pulang gereja, ngobrol-ngobrol sampai sore. Sampai dirumah, hari sudah malam.

Tiba dirumah, dengan mata setengah mengantuk, Mama keluar dari kamarnya hanya untuk bertanya, “Kamu sudah makan belum, Ci?” 
Dan, dengan cueknya aku menjawab, “Sudah dikampus.”

Kali ini, aku sudah bertekad. Memenuhi janjiku pada Mama. Terserah mereka mau berkomentar  apapun. Yang terpenting, aku harus penuhi janjiku kali ini. Mengingat betapa menyedihkannya hidup tanpa Mama, saat pertama kali bekerja diluar kota. Aku yang terbiasa dibawakan ‘bekal’ makan siang oleh Mama sejak kecil, saat itu harus menyiapkan semuanya sendiri.

Jenis makanan yang disiapkan sebenarnya tidak jauh berbeda dengan yang biasa dibuat oleh Mama. Namun bagiku, tetap saja berbeda. Tidak ada sentuhan Mama di dalam ‘bekal’ makan siang tersebut. Tidak ada doa Mama yang disisipkan di tiap sendokan nasi ataupun sayur. Berharap agar anaknya mendapat segala hal yang terbaik hari itu.

Aku kembali menghadapi jalanan. Mengendarai motorku yang meluncur meninggalkan kawasan gereja. Perutku sudah mulai keroncongan, mungkin juga sudah dangdutan siang itu. Rasa lapar yang mendera serta membayangkan lezatnya soto buatan Mama, membuatku semakin tidak tahan untuk segera sampai di rumah.

Sesampainya dirumah, Mama keluar dari kamarnya, menghampiriku dan menanyaiku seperti biasa. Tapi kali ini berbeda. Beliau sudah tahu kalau aku akan pulang untuk makan masakannya. Ia pun bertanya, “Mau makan nggak, Ci?”

Tanpa kata-kata lagi, aku segera menuju dapur kemudian meraih mangkuk dan meracik sendiri isian soto ayam yang disediakan. Mama pun dengan segera memanaskan kembali kuah soto yang baru dimasaknya. Senang rasanya bisa makan masakan Mama akibat jarangnya aku di rumah.

Begitu pun Mama. Aku rasa ia pun senang. Anak tertuanya bisa memenuhi permintaannya kali ini. Walau hanya sekedar makan masakannya. Inilah kebahagiaan kecil yang tak terucap. Membahagiakan Mama selagi masih bisa. Lagi, walau hanya sekedar memakan masakan buatannya. 

Dan selalu berusaha menjawab pertanyaan beliau, “Sudah makan belum, Ci?” dengan jawaban “Belum, Ma. Mau makan masakan Mama saja.”

Selagi bisa, kenapa tidak?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^