26 Februari 2014

Sunset for US

Soreeeeee....

Berangkat dari Prambanan sekitar jam setengah 3 siang, membuat kami memaksa Pak Heru ngebut sebelum matahari benar-benar tenggelam ditelan lautan. *halaaah.. diksinya!*

Matahari masih mentereng saat kami tiba di parkiran Pantai Parangtritis. Parkirannya hanya lahan kosong yang dikelola oleh masyarakat sekitar.

"Lauuuuuuuttt!!"
AAAAkk, posenyaa..
I'm the queen of the SEAA.. *hahaha*


25 Februari 2014

#Day2: Ngayogyakarta ~ ~ ~

Ah, ya! Hari minggu ke dua buat gue di Jogjakarta setelah pernah sebelumnya disana bulan Juni 2013 lalu. Jadwal hari itu adalah Ibadah, Keraton, Pantai.

Negeri Ngayogyakarta, merupakan salah satu provinsi di Indonesia yang masih memiliki sistem monarki atau kepala daerahnya masih di pimpin oleh Sultan. Jujur, bangga banget masih punya daerah yang menyimpan kebudayaan seperti ini. Ditambah kultur budaya yang masih tradisional banget, jadinya provinsi ini tidak pernah lelah memancarkan pesona pariwisatanya.

Balik lagi ke perjalanan hari ke dua ini. Kali ini akan gue posting menjadi satu artikel panjaaaaaaaaaaaaaaaaanggg.... sekali.

Pukul 7 pagi, gue dan rombongan pergi meninggalkan penginapan untuk mengikuti Misa Pagi di Gereja St. Antonius Kota Baru, Yogyakarta. Sekitar pukul setengah 8, Misa pun dimulai. Awalnya gue  pikir akan bingung dan salah kaprah. Berpikiran kalau-kalau di Gereja ini akan berbeda tata caranya dengan Gereja gue di Tangerang.
berita parokinya berbentuk buku, bayar sukarela.
Tapi, karena Gereja Katolik itu Universal, ketakutan gue pun langsung sirna. Segala tata cara Misa hingga bahasa pengantarnya pun, umum sekali. Bahkan, boleh diakui kalau gue merasa lebih khusyuk berdoa saat di Gereja ini.
interior dalam gereja.
Selain ibadat Misa yang menurut gue, 'WOW', interior dari Gereja ini pun menawan. Dengan beberapa lukisan-lukisan Mukjizat Yesus di dinding atas Gereja, lalu patung St. Antonius di depan Gereja yang jadi sasaran camdid kami berikutnya.
patung St. Antonius-nya kepotong. :(
Oh ya! Gue sempat melihat adanya petunjuk arah mengenai perpustakaan Gereja, sayangnya saat dikunjungi, perpustakaan hanya buka di hari biasa dan... hampir terlupakan keberadaannya. Bukti kuatnya, banyak umat di Gereja yang tidak tahu akan keberadaan perpustakaan tersebut. poor it. :(

kupat sayur
Pagi itu, kami sarapan dengan sepiring kupat sayur khas Jogja. Pada umumnya, rasanya sama dengan ketupat sayur di Tangerang, hanya saja rasa dari kuah ketupat sayur ini sedikit pedas dan gurih. Berbeda dengan ketupat sayur di Tangerang yang rasanya gurihnya balapan dengan rasa gurih dari santan.

Penjelajahan kami dilanjutkan. Destinasi pertama adalah KERATON JOGJAKARTA. checked!

23 Februari 2014

Alun-alune...

Ini masih lanjutan dari perjalanan di hari pertama.

Setelah gagal masuk ke Prambanan, kami memutuskan untuk lanjut ke Alun-alun Selatan Kota Jogjakarta sembari mencari makan malam. Jujur, tidak terbayang sedikitpun bayangan alun-alun yang dimaksud. Dikota gue, alun-alun merupakan sebuah spot yang luas tapi lebih diperuntukkan untuk olahraga. Ada lapangan upacara juga yang besar.
alun-alun kota Tangerang
Nah, alun-alun kota Selatan Kota Jogjakarta juga merupakan sebuah spot yang luas dan... RAME!! Ditambah lagi malam minggu. Isinya... Beragam!

Dari pedagang kaki lima di tengah-tengah alun-alun, di pinggir trotoar alun-alun, mobil sepeda warna-warni, pejalan kaki, pengendara motor dan mobil hingga dua pohon kembar yang terkenal. Pohon itu terkenal karena mitosnya, bagi siapa saja yang bisa melintasi ruang diantara kedua pohon itu, segala permohonannya bisa terwujudkan.

Pokoknya, RAME!
Beberapa petunjuk arah memberitahu bahwa beberapa gang yang bermuara ke alun-alun selatan dapat tersambung ke tempat-tempat wisata khas keraton. 

Gue berjalan mengitari alun-alun bersama Kak Rosa dan Paskalia lalu berhenti di depan seorang ibu penjual sate. Harganya sekitar 5.000 per porsi (isi berapa, ya? Lupa!). Kami membeli 20.000 alias 4 porsi. Ingat, gue nggak sendiri disini.
merah semua fotonya..

22 Februari 2014

#Day 1: ... Borobudur!

picture capture by cymera for android
Mobil meluncur mulus dari Sendangsono melewati lereng-lereng antah berantah yang gue nggak tahu namanya. Menurut Pak Heru, supir mobil sewaan, kami melewati aliran sungai gempol yang konon terkenal karena aliran kawah gunung Merapi melewatinya.

Juga, kami melewati gugusan gunung-gunung yang berjejer rapi seperti membentengi negeri Jogjakarta. Dari gunung Semeru sampai gunung Gede. Sepanjang mata memandang yang terbentang hanyalah hamparan sawah, gugusan gunung, hutan-hutan dan rumah-rumah penduduk yang asri. Tentunya, menyejukkan mata dari hiruk-pikuk kota Tangerang dan Jakarta yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit.

Awalnya, gue pikir dari Sendangsono ke Borobudur jaraknya dekat, karena menurut Pak Heru kalau alurnya sejalan. Ternyata, perjalanan menuju Borobudur memakan waktu 1 jam perjalanan. Cukup untuk tidur sebentar, memenuhi kekurangan tidur akibat naik kereta malam.

Yeay!
masuk ke candi nan rame
Akhirnya tiba juga di Borobudur dan langsung narsis foto-foto di depan pintu gerbang Borobudur. Susunan batu-batu tanpa semen yang membentuk candi-candi di sekeliling bangungan Candi Borobudur. Sebelum masuk ke kawasan per-candian, kami diwajibkan memakai kain di pinggang yang telah di sediakan oleh pengelola kawasan.

Kesan pertama begitu tiba di kawasan candi adalah... PANAS!

21 Februari 2014

#Day1 -> Sendangsono to....

Hoamss...
the first sunshine in Jogja, capture using Instagram.
Kereta yang gue dan kawan-kawan tumpangi akhirnya tiba juga di kota gudeg Jogjakarta. Tepat pukul EMPAT PAGI, alias subuh-subuh. Udara dingin di luar gerbong langsung menusuk sampai masuk ke tulang. Matahari juga masih belum berani keluar dari peraduannya, hanya mengintip-intip dengan cahaya benderangnya. *eaaa.. berpuitis ria*

Hari pertama di Jogjakarta! Yeay!
Kami sengaja memilih keberangkatan kereta yang paling malam agar tiba di Jogja paling pagi sekali. Gue pernah terkesima dengan pemandangan pagi di Jogja beberapa bulan sebelumnya, jadi gue pun mengusulkan untuk ambil keberangkatan paling malam.

Karena kami hanya akan berwisata selama 4 hari 3 malam, jadinya hari pertama ini akan menjadi hari yang cukup padat, mengingat ada beberapa tempat wisata yang harus dikunjungi dan masuk ke dalam daftar wisata kami.

Sebelum meninggalkan Stasiun Tugu, kami pun menyempatkan diri untuk berfoto ria di depan Stasiun. *narsis mode on*
cuma ber-4 sisanya jadi juru foto. *hahaha*


Selanjutnya... Petualangan pun dimulai. Kami keluar stasiun sekitar pukul setengah enam pagi, otomatis jalanan sekitaran Malioboro, St. Tugu hingga ke Prawirotaman pun masih sepi.

Tadinya mau coba naik taksi ke penginapan, lalu kami dengan gaya (sok) backpaker-an, kami memilih jalan kaki dan mengandalkan GPS untuk menuju penginapan. Dan, sampai sekitar jam setengah tujuh pagi, kami belum juga tiba di penginapan sementara berdasarkan petunjuk dari GPS, masih sekitar 1 km lagi.

"Kapan nyampenya niiih!"

Ini dia! Satu lagi kesalahan atas persiapan yang serba dadakan. Perkiraan kami, penginapan bisa dijangkau dengan jalan kaki dan... SALAH! Akhirnya, karena salah satu teman kami sudah tidak sanggup jalan kaki lagi, kami pun memutuskan untuk menyetop taksi yang seakan tahu kami butuh.

Oh, ya! Perlu diketahui, saat kondisi masih pagi seperti itu, jalanan sepi dan belum ada satu pun kendaraan umum yang lalu lalang. Jadi, taksi pagi itu seperti OASE buat kami.

Tepat pukul tujuh lewat, kami akhirnya tiba di penginapan dan segera registrasi. Setelah mendapat kamar dan membaginya, kami langsung beres-beres serta mandi karena mobil yang kami sewa akan menjemput kami tepat pukul sembilan. Masih cukup waktu untuk leha-leha dan bernarsis ria dulu di penginapan.

Tujuan pertama kami adalah...

SENDANGSONO!
beringin 100 tahun babtisan SENDANGSONO
Destinasi ini juga termasuk yang dadakan karena baru diputuskannya satu bulan sebelum keberangkatan, beberapa minggu setelah tiket sudah di beli. Dengan niat berwisata rohani, kami memasuki kawasan tempat ziarah yang menanjak.

20 Februari 2014

Demi ke Jogja!

Ingat, kan? Gue pernah cerita kalau persiapan ke Jogjakarta tempo hari itu serba DADAKAN? Dari beli tiket yang DADAKAN sehingga kemalaman dan super capek, sampai pesan kamar yang baru di booking 3 hari sebelum keberangkatan.

Ah, ya. Gue belum cerita untuk bagian itu. Jadi, ceritanya diantara kami ber-6, gue kebagian yang mencari penginapan. Gue berpikir kalau pemesanan kamar lebih baik dekat-dekat hari dari keberangkatan kami, lalu gue baru sadar kalau hari dimana kami berangkat merupakan LONG WEEKEND!
pinjam
Bisa kebayang dong, apa yang terjadi? Of course! Seluruh penginapan yang MUMER dan sudah gue patokin dari jauh-jauh hari, otomatis PENUH! FULL RESERVED! Beruntunglah gue menemukan HOTEL CEPURI yang harganya masih masuk ke dalam budget perjalanan. Lagi, akibat dari ketidak matangan persiapan, ada efek buruk dari hal ini. Akan gue posting di postingan berikutnya.
hotel cepuri
Balik lagi ke perjuangan kami ke Jogjakarta.

Tiket, already!
Penginapan, baru saja di reserved!
Satu lagi,

Jadwal keberangkatan gue ternyata BENTROK dengan jadwal UTS gue!! Mateng!! Setelah bergumul beberapa minggu dan tanya sana-sini pendapat orang-orang, akhirnya gue meminta surat resmi dari PERPUSTAKAAN PUTERA BUDAYA yang kemudian gue ajukan ke kampus.

Lancar? Lancar... suratnya! Dikasih ijin? KAGAK!!
Mateng lagi!! *telur rebusnya sudah mateng!*

19 Februari 2014

Goes to Jogja #Preparation

Berlebihan nggak sih kalau gue memberikan caption "Wonderful Indonesia" atas sebuah kota bernamakan...

Yogyakarta!

Sebuah kota dengan sejuta warna akan budaya, kuliner, serta keramah-tamahan orang-orangnya-lah yang membuat gue penasaran sejuta kali dan ngotot kepengen memijakkan kaki di bumi Ngayogyakarta.

Akhirnya, setelah penantian sekian tahun *eaa*, gue berhasil memijakkan kaki di Negeri para pelajar tersebut. Pertama kali tiba di Yogyakarta yakni bulan Juni 2013 dan murni untuk pelatihan penulis. Kedatangan gue yang kedua kali di provinsi Yogyakarta yakni bulan November 2013 yang lalu, benar-benar murni untuk jalan-jalan! Yeay! *tepok tangan*

Sebagai 'newbie' dalam hal berpetualang di kota orang nan asing, tentunya segala persiapan dilakukan dari jauh-jauh hari dong.. Jadi, gue bersama dengan 5 teman gue lainnya melakukan persiapan dengan membeli tiket yang secara.... DADAKAN!

Okeh, boleh gue akui, kalau persiapan ke Jogja kali ini benar-benar serba dadakan. Tepatnya hari minggu, Ellen dkk, memaksa gue yang tidak tahu apa-apa untuk ikut pergi ke St. Pasar Senen. Oh, ya! Sebagai info, sebelumnya kami telah menabung dari jauh-jauh bulan sebelumnya loh. Jadi kami ke St. Pasar Senen bukan dengan dana dadakan tapi dengan dana yang tersimpan dengan baik.

Balik lagi ke perjalanan beli tiket yang.... DADAKAN! Kenapa gue dari tadi menekankan kata 'DADAKAN' itu? Jadi, kami pergi ke stasiun pasar senen menggunakan kereta dan begitu kami tiba di stasiun tangerang, baru saja tiba dan beli karcis, hanya berselang beberapa detik, kereta melintas begitu saja dan kami ketinggalan kereta. Alhasil, kami harus menunggu lagi selama SATU JAM!

17 Februari 2014

dUA pULUHan

Pernah berada pada masa keemasan atau kejayaan?

Orang tua jaman dulu dan sekarang sering bilang, masa remaja merupakan masa keemasan bagi seluruh manusia yang ada di muka bumi. Tapi benarkah definisi yang mereka utarakan? Ada yang jawab YA, ada pula yang jawab TIDAK. Lalu, pernahkah terpikirkan untuk merasakan masa-masa keemasan tersebut.
source
Secara pribadi, gue selalu mengingatkan diri sendiri bahwa sebenarnya masa keemasan itu bukan dicari atau diraih. Melainkan bagaimana kita melibatkan dan mengikutsertakan diri agar dapat menciptakan masa keemasan itu sendiri.

Pengalaman gue selama berorganisasi atau terlibat dalam suatu angkatan, seakan menjadi kenangan tersendiri buat gue. Jujur, gue alami banyak masa keemasan dalam hidup gue. Khususnya dalam hal berinterkasi dengan sesama.

Misalnya, saat gue masih duduk di bangku *ya iyalah* kalau duduk dimeja, nanti dikeprakin ama ibu/bapak guru -_-" dibangku SMA/SMK, beberapa teman gue ada yang tembus kompetisi tingkat nasional.

Walaupun bukan sebagai tokoh langsung yang menjalani kompetisi tersebut, paling tidak gue sempat mengikuti seleksinya. Tidak menang? Tidak masalah. Karena orang yang mewakili sekolah tersebut hanya berasal dari angkatan gue dan saat itu angkatan gue digelari angkatan emas dengan segudang prestasinya.

Bangga nggak? Jelas bangga!

5 Februari 2014

Pesta Musim Semi ala Umat Paroki HSPMTB (2nd Year)

Sarung tangan, checked!
Masker, checked!
Helm, checked!
Kunci Motor, checked!
Cek BBM dari koko, unchecked! *lho..

Jarum panjang pada jam tangan milik gue sudah menunjukkan pukul 17.23 dan gue masih ada di parkiran kantor, memanaskan mesin motor. Niatnya mau ikut misa di gereja, lalu karena mulai misa-nya jam 5, jadi niatnya terpaksa dibatalkan.

Tak lama, gue tarik gas motor kemudian melaju dengan kecepatan rata-rata menuju gereja. Memangnya ada apa sih di gereja sampai bela-belain datang walaupun sudah telat? Nah, sebelum gue menjawab, masih ingatkah akan Pesta Musim Semi ala gereja gue di tahun kemarin? Kalau belum, baca dulu deh postingannya!

Gue tiba di TKP dan misa sudah setengah jalan. Sambil menunggu teman, gue pun berjalan memojokkan diri ujung kanan gereja, tepatnya dekat tangga aula St. Agustinus. Setengah jam menunggu, akhirnya muncul makhluk berbaju merah, berjaket biru, bernama Lidya.

Kami berdua langsung beranjak menuju aula St. Maria untuk mendengarkan briefing awal dan mendapat tugas "stand by" di tempat. Okeh! Gue rasa ini konsekuensi tidak ikut briefing hari minggu sebelumnya serta datang telat. *poor us*

Begitu misa selesai, para pasukan pembagi angpao dan jeruk yang berbaju merah tampak memenuhi hampir seluruh ruang gereja untuk bagi-bagi angpao dan jeruk. Gue? Duduk manis di stand awal dan mengobrol dengan sohib gue yang satu itu. *huahaha* *evil laugh*

Selesai bagi berkat, angpao dan jeruk, seluruh umat disuguhi lagu-lagu khas Imlek, pertunjukkan barongsai, serta... makan malam bersama! Ya! Bukan cuma makan malam keluarga biasa, tapi makan malam satu gereja! Kesempatan unik ini hanya bisa dijumpai saat acara-acara besar di gereja saja, jika acara-acara biasa, belum tentu ada.
makan malam

3 Februari 2014

Hello Feb, Hello Love...

Dear Love,

Hari-hari sudah terlewati, 
Kembali memasuki lembar baru,
Mengawali langkah,
Dua puluh delapan hari,
Mengiasi bulan penuh cinta,
Halo Februari!

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Melihat sepenggal puisi diatas lalu serentetan garis dibawahnya, serasa menulis untuk Challenge kemarin itu deh. Yah.. Tanpa terasa bulan Januari telah berlalu. Saking cepatnya, sampai-sampai challenge tersebut tidak sepenuhnya berjalan dengan lancar. Ada beberapa hari yang tidak terisi.

Okeh! Mari kita tinggalkan bulan Januari penuh kontroversi, memasuki bulan lembut, bulan kasih sayang, bulan Februari tentunya!

Ssst, tahukah kalian? Caption blog ini sudah berganti loh... Awalnya Mari Bercerita (Let the story flows) menjadi Luiza Cha (Let the story flows).