28 Agustus 2014

Kepompong

Ditempat kerja gue yang baru, ada dua orang anak yang mirip-mirip tapi berbeda. Nah, loh? Jadi begini, ada anak yang bernama Melati dan Mawar (bukan nama sebenarnya). Perawakan, tumbuh besarnya, bahkan sampai ke model ikat rambutnya pun mirip bingits!

Waktu awal-awal masuk, gue sering tertukar antara Melati dan Mawar karena saking miripnya. Layaknya terbiasa, akhirnya gue tahu perbedaan Melati dan Mawar. Pastinya dari raut wajahnya dong.. Mereke berbeda kalau untuk satu hal itu.

Ceritanya, mereka sudah berteman sejak masih di playgroup setelah itu naik kelas dan sekelas lagi semuanya. Keduanya benar-benar tidak bisa dipisahkan. Saat Melati pergi ke toilet, tiba-tiba Mawar ikut-ikutan tanpa menunggu disuruh. Begitu sebaliknya.
sumber: google.com
Tapi, bagai dua kutub magnet yang berbeda... Keduanya kadang pun bertengkar, bahkan bertengkar hebat. Masalah apa? Sepele... Pernah satu kali rebutan penghapus, dikala lain rebutan kursi yang warnanya sama, diwaktu lain rebutan pita yang sudah jelas-jelas dikasih oleh Melati dan Mawar malah merusaknya.

Yeaah... Rempong memang, tapi gue mendapat sesuatu yang hebat dari mereka. Persahabatan mereka seperti tidak terkalahkan. Keduanya dekat, tapi keduanya juga musuh bebuyutan. Dua-duanya bisa sangat akrab, bermain bersama dan disaat yang sama bisa juga saling marah dan menangis satu sama lain. Tapi pertengkaran mereka tidaklah lama. Keduanya kembali bermain bersama setelahnya, seakan tidak ada masalah sebelumnya.

Mengingat persahabatan mereka yang..... well, gue akui... sweet... tampaknya agak berbanding terbalik dengan kisah persahabatan gue yang pernah dulu gue bangga-banggakan. Sebuah persahabatan yang bahkan gue beri nama Three eLs, yang akhirnya harus berakhir hanya sebagai nama yang dibanggakan.

Kami memang bersahabat sudah hampir lebih 10 tahun. Layaknya persahabatan biasanya, kami berteman, bercanda, tertawa, berbagi cerita, menangis, tertawa bahkan bertengkar. Nah, ini masalahnya. Semakin kami dewasa dan mulai terjun ke masyarakat yang lebih sesungguhnya, tingkat pertengkaran kami tampaknya tidak mengikuti usia kami. Kami bertengkar, berharap dengan diam akan menyelesaikan masalah, dapat membuat keadaan kembali seperti semula.

Tapi semua salah. Kenapa? Karena saat gue sadari, semakin dewasa, manusia semakin pendendam. Even she or he is your bestfriend! Itu keadaannya. Untuk pertengkaran kecil, kami bisa bermusyarawarah berbicara, mencari titik temu. Lalu, saat salah satu dari kami memilih untuk diam dalam menyelesaikan masalah mereka, disanalah kehancuran kami bermula.

Bahkan sampai sekarang gue masih terpikir, bagaimana bisa persahabatan kami kembali seperti dahulu? Seperti persahabatan Mawar dan Melati yang setelah ada badai, awan putih serta langit cerah kembali menghampiri mereka. Bagaimana bisa?

Well, sampai sekarang pun gue masih mencari cara mengembalikan segalanya. Mawar dan Melati telah berhasil mengingatkan gue bahwa persahabatan itu harusnya lebih simple. Tidak perlu berbelit. Tidak perlu dipendam. Serta... Tidak perlu banyak pertimbangan.

Tiba-tiba gue kangen pada saat-saat persahabatan kami masih terjalin mesra saat Junior High School dulu. Kalau bisa, ingin kembali ke masa itu. Apa daya? Dunia jalan ke depan, bro! Sekarang hanya bisa berharap bahwa persahabatan-persahabatan gue berikutnya kembali bisa mengalir seperti air atau seperti anak-anak kecil yang belum memiliki beban banyak. Menjalani persahabatan lebih simple, tanpa batas yang terkadang menurut gue...
Worth it bingitss.

Are you agree?

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^