10 Juni 2014

Resign

Firstly, I felt afraid when I choose this decision. But, my life must go on. My dream should become true!

Memang, ini bukan kali pertama gue mengundurkan diri dari sebuah lembaga yang memperkerjakan gue sebagai staff mereka. Tapi, ini pengalaman pertama gue mengundurkan diri secara resmi. Pertama kali gue akan dikenang sebagai ex-employee here. Dan, kali pertama juga gue menyusul predikat 'ex-' yang disandang teman-teman kantor yang sudah pergi sebelum gue.

Kalau bisa dihitung, mungkin ini pertimbangan kesekian kalinya sebelum akhirnya kata 'RESIGN' benar-benar harus keluar. Hingga akhirnya juga sebuah surat 'PENGUNDURAN DIRI' melayang ke atasan gue yang tercengang melihat surat pengajuan gue.

"Kenapa, Sa?"

"Kenapa lu? Kayaknya posisi lu baik-baik aja di kantor..."

"Mau kemana, Sa?"

Karena gue yang terlampau polos atau oon (it's close similar, right?), dengan entengnya gue bilang kalau gue dapat tawaran kerja di tempat lain. Otomatis, sang atasan pun bertanya bertubi-tubi perihal kepindahan gue dari kantor ke tempat baru.

Setelah tiga puluh menit pembicaraan alot, ngalor-ngidur kemana-mana, akhirnya atasan gue menyerah dengan keputusan gue untuk mengundurkan diri dari kantor. By the way, beliau tahu betul cita-cita gue jadi apa dan alasan gue mengambil jurusan Sastra Inggris sebagai pendidikan lanjutan gue.

Jadi, dengan penuh kepasrahan beliau merelakan gue yang biasa doi panggil untuk masalah kerjaan. Berhubung karena gue 'otak' dari pekerjaan gue itu, beliau sampai minta waktu ke gue untuk cariin orang yang cocok untuk gantiin gue.

It means, the candidate to replace my position will not be the same like me, especially in personality. Hahaha. Suddenly feel arrogant.

Sejak saat surat pengunduran diri melayang ke beliau, lalu diumumkan ke staff lain, saat itu juga gue merasa seperti mulai diberikan cap 'ex' oleh teman-teman sejawat.

Tapi, sejak saat itu juga gue merasa 'sayang' dengan kerjaan gue yang sekarang. Terutama mengingat proses yang terjadi hingga gue mencapai posisi sekarang ini. Berawal dari 'air mata' karena tekanan, hingga berubah menjadi 'penindas'. Dari yang 'benci' banget sama kerjaan ini sampai 'jatuh cinta' dan 'mengidentikan diri' dengan pekerjaan ini.

Mungkin sebuah kata 'RESIGN' menjadi sebuah akhir dari sebuah perjalanan seorang pekerja kantoran, contohnya kayak gue. Tapi, secara pribadi gue yakin kata 'RESIGN' juga merupakan sebuah pintu baru dimana rejeki-rejeki lain siap menyambut.

Mungkin gue akan merasa tidak rela saat hari jumat terakhir nanti datang, hari terakhir di kantor datang, hari terakhir duduk di singgasana kebanggaan gue untuk saat ini. Mungkin juga, suatu hari nanti gue akan merindukan masa-masa itu, bukan kerjaannya. Kalau disuruh pilih, balik lagi karena kerjaan atau suasana, gue akan langsung milih balik karena suasana, bukan kerjaan. Seperti kata orang tua kebanyakan,

"Kerjaan itu dimana-mana sama saja. Tidak ada yang namanya kerja enak, yang namanya kerja pasti susah. Yang buat kita betah itu karena komitmen. Cintai pekerjaan, maka semua akan dimudahkan. Walau tidak semudah membalik telapak tangan,"
source

Jadi, saat ini gue percaya kalau keputusan saat ini merupakan hal yang terbaik buat gue serta seluruh orang-orang disekitar gue.

2 komentar:

  1. I belive that you can be more successful everywhere you are.

    Good luck and have a good time in your new job.

    ^_^

    BalasHapus
  2. @Meily:

    Thanks Anti! I hope that will become true! :D

    BalasHapus

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^