27 Juni 2013

Kardus Merah Jambu nan Pudar...

"Tulisan ini untuk ikut kompetisi @_PlotPoint: buku Catatan si Anak Magang Film "Cinta Dalam Kardus" yang tayang di bioskop mulai 13 juni 2013."


***

“Metha, cepat turun! Kamu sedang apa dikamar?”

Teriakkan Mama terdengar memekakan telinga. Metha sempat menutup telinganya sesaat lalu kembali menyibukkan diri dengan tumpukkan barang-barang yang tak beraturan di dalam lacinya. Kotak-kotak berbagai ukuran berhasil dikeluarkannya dari dalam laci lalu membongkar isi didalamnya.

Diantara banyaknya tumpukkan kardus besar dan kecil, matanya tiba-tiba tertuju pada sebuah kotak berwarna merah jambu yang agak memudar dan mulai usang warnanya. Ia melihat bekas lelehan lilin yang telah mengering diatas tutup kotak. 

Rasa rindunya memaksa Metha membuka kotak yang selama ini disimpannya dalam-dalam. Tak hanya dalam lemari, melainkan di dalam hatinya. Ups, kenangan kotak itulah yang disimpannya. Disimpan pada lubuk hati terdalam miliknya.

Metha memandang kotak merah jambu kemudian sadar bahwa kotak itu dulunya merupakan tempat diletakkannya tas tangan mungil.

“Tas tangan?” gumamnya pelan.

Tangan Metha tak sabar lagi menunggu. Gadis itu menarik ke atas tutup kotak.


Deg!

Jantungnya sekejap terasa berdegup kencang. Ia ingat betul isi kotak tadi dan melihatnya kembali seakan membawanya lari menuju masa-masa dimana kotak itu menemani hari-harinya.

***

“Pagi anak-anak, hari ini kita akan praktek membuat hiasan dengan kain dan jarum.” seru Bu Rusdy –guru tata busana yang terkenal paling cuek dan paling pelit nilai.

Seruan Bu Rusdy langsung disambut keluhan dari para siswa pria yang mengaku tidak bisa menjahit. Metha menoleh pada Andri, siswa yang paling gigih memprotes tugas, kemudian sebuah senyum tanpa sadar tersimpul dibibir kecilnya.

“Hei, Metha!” panggil Lina –teman sebangku Metha—dan langsung membuyarkan khayalannya.

“Kenapa?” tanya Metha ogah-ogahan.

“Kenapa bengong? Tuh, Bu Rusdy sudah mulai bagiin kain,” terang Lina seraya menunjuk pada arah sang guru busana yang mulai berkeliling.

“Ah... Aku bingung,” keluh Metha kemudian.

“Bingung kenapa?”

“Aku tidak terampil membuat jahitan...” tambah Metha seakan meminta petunjuk.

“Jangan patah semangat,” seru Lina menyemangati. “Pelan-pelan saja, kamu pasti bisa!”

Metha menghela nafas pasrah. Semangat yang ditularkan Lina tak sanggup menjalari gadis itu. Ia tahu betul kemampuan Lina dalam hal jahit-menjahit. Bu Rusdy pun sudah mengakuinya.

***

Bel istirahat sudah berbunyi sejak tadi. Metha bergegas keluar kelas dan berlari menuruni anak tangga. Tangannya membawa sebuah kotak kardus seukuran gelas. Langkahnya terhenti dipertengahan anak-anak tangga. Metha duduk di salah satu anak tangga lalu membongkar isi kotak miliknya.

“Aku pasti bisa!” gumamnya sendiri menyemangati.

Metha langsung menyerbu kain berwarna kuning langsat dengan tusukkan jarum. Pikirannya terpaku pada jahitan pertama miliknya.

“Hei!”

Seseorang mengejutkan Metha hingga menjatuhkan kainnya. Ia menatap si pemilik suara lalu melihat Andri. 
Laki-laki itu segera duduk di sebelah Metha tanpa permisi lagi.

“Mana jahitannya?” tanya Andri. Matanya mengarah pada kain Metha yang terjatuh di anak tangga berikutnya. “Wah... Bagus, ya!”

Metha meraih kain miliknya. “Biasa saja...”

“Nanti kalau sudah jadi buatku, ya!” pinta Andri.

Sekejap perasaan Metha seakan berbunga-bunga tak terperi. Andri sendiri yang meminta jahitan miliknya. “Baiklah...”

***

“Metha!”

Suara Mama menghentikan putaran kenangan dalam ingatan Metha. Ia mendapati dirinya tengah menggenggam kain bermotifkan sekeranjang buah. Kain yang tak pernah diberikan pada pemintanya yang lebih memilih kain milik temannya, Lina. Mengendap lama dalam kotak merah jambu bekas tas tangan milik Metha. Mengubur perasaannya pada Andri.





(Noted: Foto-foto milik pribadi penulis)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^