8 Juni 2013

[Je-jeur]: Wisata Kereta #1

Hai, hai... Inilah edisi perdana dari rubrik Je-jeur (jalan-jalan lieur). Artinya, jalan-jalan yang dimaksud bukan benar-benar layaknya seseorang berwisata ke suatu tempat dengan persiapan yang matang (sematang telur ceplok) melainkan sebuah jalan-jalan yang terkadang dilakukan secara dadakan (tembak hari) ataupun telah direncanakan namun terdapat penyimpangan disana-sini saat pelaksanaannya.

Tak perlu berpanjang lebar, je-je hari ini adalah Wisata kereta. Ya! Hari ini gue layaknya berwisata kereta karena setengah hari ini dihabiskan di dalam kereta bahkan distasiun. Mari kita mulai penjelajahan hari ini.

Penjelajahan hari ini dilakukan dengan tujuan ingin menebus tiket kereta yang sudah di booking beberapa hari sebelumnya. Berhubung jadwal kereta yang terlampau pagi, gue mengantisipasi dengan mengambilnya hari ini karena gue tahu kalau gak akan bisa datang tepat satu jam sebelumnya. Perjalanan dimulai dari stasiun Tangerang.

Ada kesalahan dari pertama beli tiket. Gue bertujuan ke Pasar Senen, tapi karena gue tahu kereta Tangerang hanya sampai duri jadinya gue bilangnya duri. Ternyata harusnya bilangnya Jakarta saja, jadi bisa masuk ke semua kereta dalam jalur komuter. (phabu!)

Masih bertanya-tanya dalam hati bagaimana seharusnya? Untungnya ada jalan. Gue bertanya pada petugas yang berada di atas kereta dan pendapat pencerahan.

"Gak apa-apa mba. Yang penting masih dalam lingkar Jakarta, jadi gak masalah. Tinggal pindah kereta pas di Duri terus lanjut naik kereta menuju Jatinegara."

Jujur, terselip sebuah perasaan senang saat mendengar penjelasan *mas-mas pemegang sapu itu. (lho?) Menanti kereta jalan, gue ketemu Jasmine, teman kuliah yang melintas. Syukurlah, gue gak jadi cengo sendirian dikereta walaupun akhirnya memang sendiri.
Sesampainya di Duri, bersyukurlah lagi gue. Kereta jurusan Jatinegara sudah terparkir rapi dijalurnya menunggu penumpang dari kereta Tangerang yang ingin transit. Gue masih belum yakin. Menghampiri kereta, lewat begitu saja, terus penasaran dan tanya ke petugas yang berjaga.

"Pak, saya mau ke ps. senen. Gimana?" tanpa ngomong kalau gue cuma minta ampe Duri.
"Emang dari mana?"
"Tangerang, pak."
"Oh! Naik yang ini. Turun di Kemayoran soalnya gak berhenti di Senen."

Thanks GOD!! Secara gak langsung gue berasa dapat persetujuan naik tuh kereta walaupun sudah tahu kalau kereta itu yang harus dinaiki. Duduk di salah satu sisi lalu menanti kereta jalan. Tak lama pintu tertutup dan kereta pun bergerak.

Tiba-tiba perasaan cemas yang tadi dirasa pas sadar salah beli tiket, mulai menyerang. Stasiun Angke, Stasiun Kampung Bandan. Isi hati gue tiba-tiba berbisik, "Buruan pindah atau beli tiket baru. Mumpung baru sampe Kampung Bandan."

Jegrek.. Bah, pintu sudah tertutup dan akhirnya gue mutusin buat nerusin perjalanan. Modal nekad!! Jujur, biasanya gue naik kereta jurusan ini hanya sampai Kampung Bandan dan lanjut ke Kota. Ini gue bablas... Lewat stasiun berikutnya (lupa namanya) lalu Kemayoran.

Untung gue berbekal ilmu dari *mas-mas petugas di gerbong Tangerang agar tidak turun di Kemayoran dan ikut bablas sampai ke stasiun berikutnya. Coba saja jikalau gue ikutin nasehat si bapak dari stasiun Duri. Keluar duit berapa gue?!(sifat aslinya keluar....)

Kereta melaju lagi, sampai stasiun Senen, tapi gue tahu gak akan berhenti disana. Gue perhatikan rupa stasiun yang kelak membawaku ke Jogja minggu depan. Sepi.....
Lewatlah stasiun itu dan membawa gue ke stasiun berikutnya. Ah, apa namanya ya? Oh, ya! Sentiong! Untung sempat foto nama stasiunnya tadi! Hanya saja perasaan gue makin gak karuan, mana langit makin gelap, lampu di gerbong gak dinyalain. Seakan menyambut gelap ditengah kecemasan (haikss).

Benar saja, begitu tiba di St. Sentiong, hujan lebat mengguyur diikuti angin kencang. Langsung saja senjata utama gue hari ini keluar. PAYUNG! Haha! Makasih banget buat Mama yang udah beliin setelah yang lama rusak.

Stasiun yang super duper asing! Gak pernah ketempat macam itu, lalu sepi, mata menyusur mencari tempat transit ke peron seberang. Ah, untungnya beberapa meter setelahnya ada! Menyeberang rel kereta dengan payung biru dan berjalan perlahan itu serasa putri Dayana (Baca: Diana). Hahaha... Skip it!

Setelah sampai di seberang, angin makin kencang. Ibu-ibu disebelah gue membuka payung namun menutupi kakinya. Warna birunya sama dengan punya gue. Gue angkat tinggi-tinggi payung milik gue dan menutupi kepala serta badan gue. Sesekali mengintip melihat keadaan di depan dan menyadari kalau si ibu tadi ikut-ikutan gue.

Ah, bukan hanya ikut menaikkan payung, ternyata payung kita sama!!

"Bu, payung kita sama bu!" celetuk gue pelan takut kedengeran.

Bayangin, payung yang dibeli nyokap di Tangerang, ketemu kembarannya di St. Sentiong yang jaraknya jauh ke ubun-ubun!! Hahaha.. Pasarannya nih payung! Bedanya hanya motif bunganya, punya si ibu coklat, punya gue pink! Haha... Kelihatan dong, siapa yang lebih muda. :D

Menunggu kereta, dari hujan lebat hingga kering itu sesuatuuuu banget. Saat kereta datang, hati senang tak terkira. Naik dan kembali cemas. Nanti kalau petugas di Senen tahu gimana nih? Bisa-bisa diadilin lagi!

Pikiran-pikiran jelek mulai merongrong lagi. Tak mau menyerah, gue pun memberanikan diri. Ternyata lolos tuh. Keluar dari stasiun setelah mendapat petunjuk, lalu menukarkan tiket yang sesuai lalu membawanya pulang.

Nah, perjalanan pulang lebih lancar karena sudah gak ada tuh rasa cemas serta ketakutan karena tidak tahu! Gue akan cerita dipostingan selanjutnya beserta kesan gue setelah setengah hari ini berada di kereta dengan ketidaktahuan dan kebingungan serta kecemasan (lengkap dah!!).


Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^