picture capture by cymera for android |
Juga, kami melewati gugusan gunung-gunung yang berjejer rapi seperti membentengi negeri Jogjakarta. Dari gunung Semeru sampai gunung Gede. Sepanjang mata memandang yang terbentang hanyalah hamparan sawah, gugusan gunung, hutan-hutan dan rumah-rumah penduduk yang asri. Tentunya, menyejukkan mata dari hiruk-pikuk kota Tangerang dan Jakarta yang dipenuhi gedung-gedung pencakar langit.
Awalnya, gue pikir dari Sendangsono ke Borobudur jaraknya dekat, karena menurut Pak Heru kalau alurnya sejalan. Ternyata, perjalanan menuju Borobudur memakan waktu 1 jam perjalanan. Cukup untuk tidur sebentar, memenuhi kekurangan tidur akibat naik kereta malam.
Yeay!
masuk ke candi nan rame |
Kesan pertama begitu tiba di kawasan candi adalah... PANAS!
pake payung, topi, jaket, kain dari pengelola, teteeuupp, panasss.. |
Tidak heran kalau di sekitar pelataran, pintu masuk hingga kawasan candi banyak yang jadi ojek payung. Pantulan hawa panas dari batu-batu candi menguap ke udara menyebabkan udara disekitar candi jadi panas.
Panas? Tidak masalah. Kami melanjutkan perjalanan, memasuki setiap sudut candi-candi. Dengan tangan gemetar, gue akhirnya bisa menyentuh sendiri batu-batuan yang dibuat oleh nenek moyang kita dulu. Batu-batuan yang dipahat menjadi beberapa sketsa yang menggambarkan pola kehidupan atau kasta masyarakat pada jaman candi tersebut dibuat. Dengan agak sedikit norak, gue hampir menyentuh setiap tikungan sudut candi.
Sayang... Kesan pertama gue akan isi candi ini sedikit beda dari yang gue bayangkan. Bangga? Pasti. Kecewa? Pasti. Kenapa? Ada beberapa sudut-sudut candi yang tampak tidak terawat. Lalu ada beberapa candi yang di dalamnya terdapat patung Buddha, nyaris tanpa kepala. Ada pula candi yang tidak utuh.
Ini nih, patung disebelah gue ini yang nggak ada candi penutupnya. |
Gue pun bertanya-tanya, apakah memang bentuknya seperti itu sejak awal, atau memang ada tangan-tangan iseng yang merusak situs budaya yang seharusnya dilindungi ini? Kecewa memang, tapi bukan berarti gue harus ngambek dan grosak-grosak di tanah, kan!
"Borobudur, tetap abadi sampai anak cucu-ku nanti, ya. Jangan mau kalah dengan arus globalisasi dan pengrusakan, ya..."
Gue sempat mengumpat kecewa-kecewa atas ketidakindahan yang gue lihat saat itu. Tapi, sebagai generasi muda, gue merasa harus menjaga dan melestarikannya. Dengan adanya ketidakindahan itu, bukan berarti gue harus nambahin dengan corat-coret nama atau tanda tangan sebagai kenang-kenangan di candi, kan?! Menurut gue.. itu lebih norak daripada gue ngambek dan grosak-grosak di tanah. *ups!*
Mini Stupa!
Hahaha..
Mobil pun kembali meluncur menuju destinasi berikutnya.
Oh, ya. Gue sempat lupa kalau candi Borobudur dekat dengan candi Mendut, saat melewati candi Mendut tersebut, gue pun langsung foto secara kilat dan ... ngeblurrr...
Maklum mengejar destinasi berikutnya. Sayang.. Karena macet yang cukup parah, kami pun tidak berhasil mencapai destinasi tersebut. Yahhh, misi hari itu hanya bisa untuk dua tempat saja. Tanpa mengurangi rasa penasaran, kami pun rela berfoto di depan komplek wisata tersebut.
"Paling tidak foto dulu deh di depannya!"
wajah-wajah kecewa, especially me.. |
Tunggu postingan berikutnya yah.. :)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar
Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^