sahabat | sa.ha.bat [n] kawan; teman; handai: ia mengundang -- lamanya untuk makan bersama-sama di restoran |
sahabat dekat | sahabat karib |
sahabat karib | sahabat yg sangat erat (baik); teman yg akrab: dia adalah -- karib kakakku |
sahabat kental | sahabat karib |
Referensi: http://kamusbahasaindonesia.org/sahabat/mirip#ixzz2Z5y09Qji
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Sahabat. Sebuah suku kata dasar yang memiliki makna sama ditiap penggunaannya. Entah ditambahi imbuhan atau akhiran. Sahabat. Apa definisinya menurutmu?
Aku pernah bercerita tentang persahabatan yang ku punya bersama dengan dua orang yang diketemukan dengan tidak terduga. Ketemu di tengah perjalanan. Perjalanan menata kehidupan. Menata masa depan. Teman disaat sedih. Teman disaat berbagi kebahagiaan. Teman untuk dibully. Teman disegala hal.
Apalagi, sebagai perempuan yang biasa curcol dimana-mana. Sahabat ibarat seperti 'tong sampah' tempat dimuntahinnya seluruh asa, rasa, cita dan cinta.
(Kurang enjoy nih, ganti kata 'aku' nya ah....)
Nah, di postingan kali ini, gue berencana mengulas seorang sahabat yang dipungut dari pinggiran jalan. Bernama Kebon Jahe. Tinggalnya di pedalaman Tangerang. Dan makanan kesukaannya oncom. Jangan heran kalau gue sering manggil dia 'oncom'. Hehe..
Okeh. Here we go...
Namanya Listi. Berbadan gempal, memiliki paras asli Indonesia, pecandu Korea abissss.....
Ia merupakan sahabat terlamaaaaaaaaa yang masih terjalin komunikasinya dengan baik. Bukannya baik lagi. Amat sangat baik. Hampir setiap hari malahan.
Bagaimana ketemunya? Gue pernah bahas dipostingan sebelumnya. Jadi gue nggak berniat sama sekali bercerita tentang hal tersebut. Yang ingin gue bahas ialah... Bagaimana bisa persahabatan gue dan Listi bisa terjalin begitu akrab. Hal apa saja yang gue suka dari si Oncom. Bahkan hal yang paling gue benci dari si Oncom satu ini.
Dimulai dari hal-hal apa saja yang gue suka dari si Oncom. Pertama, Listi ini merupakan anak yang 'nyambung'! Sebuah kesan pertama yang diperoleh dalam penyeleksian persahabatan. Kata 'nyambung' tadi bukan maksudnya kepo atau sok nyambung.
Layaknya para gadis pada umumnya, ngomong merupakan hal paling sering dilakukan. Curcol sana-sini. Ngoceh sana-sini. Jeleknya, kebanyakan curcol-ngoceh disana-sini bisa berdampak negatif. Bisa-bisa digunakan sebagai bumerang.
Ya. Mungkin karena pola pikir kami yang 'nyerempet'. Alias mirip-mirip. Bak kembar tapi tak sama. Jadi saat gue ngomong ke A, dengan mudahnya Listi menyambung ke B, C, hingga seterusnya. Selain itu, karena (dulu) ruang lingkup kami sama, ketemu hampir tiap hari (dulu juga) jadi nggak ada masalah dengan pola pikir kami yang 'nyerempet; tadi.
Lalu, bagaimana saat berbeda sekolah? Saat SMA, kami memang berbeda sekolah. Jauh. Dari ujung ke ujung. Tapi, hal tersebut nggak masalah buat kami. Apa guna handphone coba? Apa guna juga friendster yang dulu sedang ngetren-ngetren-nya? Disanalah kami bertemu kembali. Otomatis tetap 'NYAMBUNG'.
Hal kedua yang gue suka dari si Oncom ialah dia bisa menjadi 'tong sampah' berjalan buat gue. Sabarnya itu loh.. Nggak nahan. Jujur saja. Diantara kami berdua, gue-lah yang paling sering ngoceh, ngomong, ngomel, ngeluh, ngedumel. Dan, kebanyakan dimuntahin ke 'tong sampah' bernama Oncom ini. Walau nggak banyak kasih solusi, tapi bermanfaat banget. Paling nggak beban gue berkurang.
Jangan salah. Hal ini juga berlaku kebalikannya juga loh. Walau ujung-ujungnya tetap saja gue yang jadi ngomelin dia gegara kegalauannya yang berkepanjangan. Bak kemarau ditengah sawah. Nah, loh...
Terakhir, Dialah orang yang paling netral yang selama ini gue kenal. Tahukan, gue bersahabat dengan dua orang dari negeri antah berantah. Dia salah satunya. Dia pula yang paling netral. Berantem dikit, Listi-lah yang menengahi. Tak mempengaruhi banyak memang, tapi bermanfaat. Lagi! Ia memang tak berpengaruh banyak namun banyak yang bergantung padanya. Itulah kelebihannya! :)
Sebenarnya masih banyak hal-hal baik dan menyenangkan yang gue tahu dari Listi. Tapi tiga saja cukup-lah. Nanti orangnya kege-eran terus kepalanya membesar seperti badannya lagi. *amit2*
Ada yang disuka, ada yang dibenci. Bohong kalau ada yang bilang sahabatan nggak pernah berantem! Bullshit kalau ada yang ngomong kalau sahabat itu selalu mengerti dan nggak akan pernah menentang keinginan kita. BOHONG BESAR!!
Perbedaan pendapat itu wajar. Apalagi dalam persahabatan. Lebih dari setahun, dua tahun. Hampir tujuh tahun lebih bersahabatan. Nggak bohong nih...
Pernah suatu kali, kalau gue nggak salah ingat itu saat masih SMP kelas berapa gue lupa. Ribut besar pun terjadi. Masalahnya apa? Nah, itu dia! Gue lupa.
Sejak ribut besar itu, gue yang biasanya sms-an sama Listi tiba-tiba menghapus seluruh memori pesan darinya. Bahkan pernah nomor handphone-nya gue hapus! Parah, kan. Tapi... Hal itu nggak berlangsung lama. Tiga hari kemudian, setelah merenung dan mulai merasa kesepian, akhirnya gue memilih mengalah. Dengan penuh terpaksa, gue kirimin dia sms duluan buat minta maaf.
Loh, kan nomornya udah di apus?
Ya elah.. Nomor jaman dulu cuma 10 digit masa nggak hapal. Hapal mate gue!
"Ya, maafin gue juga ya. Gue juga salah sama lo,"
Kata-kata Listi yang masih gue inget sampai sekarang.
"Eh, ternyata kita tuh ribut cuma tiga hari. Gue pikir udah puluhan taon."
Gue menyahut sms-nya beberapa saat kemudian.
Sejak keributan besar tersebut, gue nggak ngerasa pernah ribut besar lagi. Kalau ribut-ribut kecil mah jangan dihitung. Nggak gue itungin juga sebenarnya. Banyak! Pakai banget!
Hal lain yang gue benci dari Listi. Nih anak paling susah MOVE ON! Itu loh, alat yang dipakai seorang pembawa acara diatas panggung. Gunanya buat pengeras suara biar para penontonnya dengar. Jaman sekarang sih, sudah canggih. Ada yang bisa diselipin dikerah atau di balik dasi.
Eh, jangan mikir aneh-aneh. Itu Mikrofon. Hoho.. Beda jauh, ya.?! :D
Skip it!
Yah, penyakit lama Listi adalah kecintaannya pada si mantan yang nggak putus hingga sekarang. Sebenarnya sih bagus, ya. Cinta tak pernah padam. Tapi... Di jahatin si mantan kan bukan sesuatu yang bagus.
Habis-lah dia gue omelin. Mungkin omelan gue lebih hebat dibanding omelan nyokap-bokap-nya. Saking sebelnya, gue mengancam nggak bakalan dengerin curhatan dia lagi kalau masih ngomongin soal si mantan yang b***ngan.
Fiuh...
Untungnya, sekarang sudah bisa melangkah dengan lebih baik. Seperti kebaikannya, hal-hal yang buat gue sebel, benci, kesel, keki sama Listi pun banyak. Nggak terhitung. Tapi anehnya, semua hal tersebut seakan melebur menjadi satu. Nggak perduli bagaimana buruknya dirimu. Nggak perduli bagaimana baiknya dirimu. Semua hal tersebut seakan sudah terbiasa. Dalam hati bahkan hampir bisa memakluminya.
Gue akui. Dia sahabat yang paling lama. Paling awet. Paling setia. Paling dudul. Paling-paling deh dari semua teman yang pernah dekat sama gue. Dia juga sahabat yang pernah berebut seorang cowok dengan gue saat SMP. That's an awkward things, right?
Everything has done. Pernah terpikir, kalau seandainya dulu gue nggak disuruh duduk bareng dia waktu SD, akankah gue kenal dia? Lalu, seandainya gue nggak duduk bareng sama dia waktu masuk SMP, akankah gue lebih dekat dengan dia? Atau lagi, seandainya gue nggak kenal dia, akankah gue punya sahabat sejati seperti dia?
Sekejap gue teringat sebuah lirik lagu,
Aku raja kau pun raja, aku hitam kau pun hitam,
Arti teman lebih dari sekedar materi... (Sheila on 7 - Sahabat sejati)
Ah... Nggak berasa. Selama itukah kami bersahabat. Dalam hati selalu terselip, semoga persahabatan ini terus terjalin hingga jadi nenek-nenek. Bahkan kalau bisa, anak cucu-nya bisa sahabat juga seperti kami. Hahaha..
Aku pernah bercerita tentang persahabatan yang ku punya bersama dengan dua orang yang diketemukan dengan tidak terduga. Ketemu di tengah perjalanan. Perjalanan menata kehidupan. Menata masa depan. Teman disaat sedih. Teman disaat berbagi kebahagiaan. Teman untuk dibully. Teman disegala hal.
Apalagi, sebagai perempuan yang biasa curcol dimana-mana. Sahabat ibarat seperti 'tong sampah' tempat dimuntahinnya seluruh asa, rasa, cita dan cinta.
(Kurang enjoy nih, ganti kata 'aku' nya ah....)
Nah, di postingan kali ini, gue berencana mengulas seorang sahabat yang dipungut dari pinggiran jalan. Bernama Kebon Jahe. Tinggalnya di pedalaman Tangerang. Dan makanan kesukaannya oncom. Jangan heran kalau gue sering manggil dia 'oncom'. Hehe..
Okeh. Here we go...
Listi Birthady - SMS |
Ia merupakan sahabat terlamaaaaaaaaa yang masih terjalin komunikasinya dengan baik. Bukannya baik lagi. Amat sangat baik. Hampir setiap hari malahan.
Bagaimana ketemunya? Gue pernah bahas dipostingan sebelumnya. Jadi gue nggak berniat sama sekali bercerita tentang hal tersebut. Yang ingin gue bahas ialah... Bagaimana bisa persahabatan gue dan Listi bisa terjalin begitu akrab. Hal apa saja yang gue suka dari si Oncom. Bahkan hal yang paling gue benci dari si Oncom satu ini.
Dimulai dari hal-hal apa saja yang gue suka dari si Oncom. Pertama, Listi ini merupakan anak yang 'nyambung'! Sebuah kesan pertama yang diperoleh dalam penyeleksian persahabatan. Kata 'nyambung' tadi bukan maksudnya kepo atau sok nyambung.
Layaknya para gadis pada umumnya, ngomong merupakan hal paling sering dilakukan. Curcol sana-sini. Ngoceh sana-sini. Jeleknya, kebanyakan curcol-ngoceh disana-sini bisa berdampak negatif. Bisa-bisa digunakan sebagai bumerang.
Ya. Mungkin karena pola pikir kami yang 'nyerempet'. Alias mirip-mirip. Bak kembar tapi tak sama. Jadi saat gue ngomong ke A, dengan mudahnya Listi menyambung ke B, C, hingga seterusnya. Selain itu, karena (dulu) ruang lingkup kami sama, ketemu hampir tiap hari (dulu juga) jadi nggak ada masalah dengan pola pikir kami yang 'nyerempet; tadi.
Lalu, bagaimana saat berbeda sekolah? Saat SMA, kami memang berbeda sekolah. Jauh. Dari ujung ke ujung. Tapi, hal tersebut nggak masalah buat kami. Apa guna handphone coba? Apa guna juga friendster yang dulu sedang ngetren-ngetren-nya? Disanalah kami bertemu kembali. Otomatis tetap 'NYAMBUNG'.
Hal kedua yang gue suka dari si Oncom ialah dia bisa menjadi 'tong sampah' berjalan buat gue. Sabarnya itu loh.. Nggak nahan. Jujur saja. Diantara kami berdua, gue-lah yang paling sering ngoceh, ngomong, ngomel, ngeluh, ngedumel. Dan, kebanyakan dimuntahin ke 'tong sampah' bernama Oncom ini. Walau nggak banyak kasih solusi, tapi bermanfaat banget. Paling nggak beban gue berkurang.
Jangan salah. Hal ini juga berlaku kebalikannya juga loh. Walau ujung-ujungnya tetap saja gue yang jadi ngomelin dia gegara kegalauannya yang berkepanjangan. Bak kemarau ditengah sawah. Nah, loh...
Terakhir, Dialah orang yang paling netral yang selama ini gue kenal. Tahukan, gue bersahabat dengan dua orang dari negeri antah berantah. Dia salah satunya. Dia pula yang paling netral. Berantem dikit, Listi-lah yang menengahi. Tak mempengaruhi banyak memang, tapi bermanfaat. Lagi! Ia memang tak berpengaruh banyak namun banyak yang bergantung padanya. Itulah kelebihannya! :)
Sebenarnya masih banyak hal-hal baik dan menyenangkan yang gue tahu dari Listi. Tapi tiga saja cukup-lah. Nanti orangnya kege-eran terus kepalanya membesar seperti badannya lagi. *amit2*
Ada yang disuka, ada yang dibenci. Bohong kalau ada yang bilang sahabatan nggak pernah berantem! Bullshit kalau ada yang ngomong kalau sahabat itu selalu mengerti dan nggak akan pernah menentang keinginan kita. BOHONG BESAR!!
Perbedaan pendapat itu wajar. Apalagi dalam persahabatan. Lebih dari setahun, dua tahun. Hampir tujuh tahun lebih bersahabatan. Nggak bohong nih...
Pernah suatu kali, kalau gue nggak salah ingat itu saat masih SMP kelas berapa gue lupa. Ribut besar pun terjadi. Masalahnya apa? Nah, itu dia! Gue lupa.
Sejak ribut besar itu, gue yang biasanya sms-an sama Listi tiba-tiba menghapus seluruh memori pesan darinya. Bahkan pernah nomor handphone-nya gue hapus! Parah, kan. Tapi... Hal itu nggak berlangsung lama. Tiga hari kemudian, setelah merenung dan mulai merasa kesepian, akhirnya gue memilih mengalah. Dengan penuh terpaksa, gue kirimin dia sms duluan buat minta maaf.
Loh, kan nomornya udah di apus?
Ya elah.. Nomor jaman dulu cuma 10 digit masa nggak hapal. Hapal mate gue!
"Ya, maafin gue juga ya. Gue juga salah sama lo,"
Kata-kata Listi yang masih gue inget sampai sekarang.
"Eh, ternyata kita tuh ribut cuma tiga hari. Gue pikir udah puluhan taon."
Gue menyahut sms-nya beberapa saat kemudian.
Sejak keributan besar tersebut, gue nggak ngerasa pernah ribut besar lagi. Kalau ribut-ribut kecil mah jangan dihitung. Nggak gue itungin juga sebenarnya. Banyak! Pakai banget!
Hal lain yang gue benci dari Listi. Nih anak paling susah MOVE ON! Itu loh, alat yang dipakai seorang pembawa acara diatas panggung. Gunanya buat pengeras suara biar para penontonnya dengar. Jaman sekarang sih, sudah canggih. Ada yang bisa diselipin dikerah atau di balik dasi.
Eh, jangan mikir aneh-aneh. Itu Mikrofon. Hoho.. Beda jauh, ya.?! :D
Skip it!
Yah, penyakit lama Listi adalah kecintaannya pada si mantan yang nggak putus hingga sekarang. Sebenarnya sih bagus, ya. Cinta tak pernah padam. Tapi... Di jahatin si mantan kan bukan sesuatu yang bagus.
Habis-lah dia gue omelin. Mungkin omelan gue lebih hebat dibanding omelan nyokap-bokap-nya. Saking sebelnya, gue mengancam nggak bakalan dengerin curhatan dia lagi kalau masih ngomongin soal si mantan yang b***ngan.
Fiuh...
Untungnya, sekarang sudah bisa melangkah dengan lebih baik. Seperti kebaikannya, hal-hal yang buat gue sebel, benci, kesel, keki sama Listi pun banyak. Nggak terhitung. Tapi anehnya, semua hal tersebut seakan melebur menjadi satu. Nggak perduli bagaimana buruknya dirimu. Nggak perduli bagaimana baiknya dirimu. Semua hal tersebut seakan sudah terbiasa. Dalam hati bahkan hampir bisa memakluminya.
Gue akui. Dia sahabat yang paling lama. Paling awet. Paling setia. Paling dudul. Paling-paling deh dari semua teman yang pernah dekat sama gue. Dia juga sahabat yang pernah berebut seorang cowok dengan gue saat SMP. That's an awkward things, right?
Everything has done. Pernah terpikir, kalau seandainya dulu gue nggak disuruh duduk bareng dia waktu SD, akankah gue kenal dia? Lalu, seandainya gue nggak duduk bareng sama dia waktu masuk SMP, akankah gue lebih dekat dengan dia? Atau lagi, seandainya gue nggak kenal dia, akankah gue punya sahabat sejati seperti dia?
Sekejap gue teringat sebuah lirik lagu,
Aku raja kau pun raja, aku hitam kau pun hitam,
Arti teman lebih dari sekedar materi... (Sheila on 7 - Sahabat sejati)
Ah... Nggak berasa. Selama itukah kami bersahabat. Dalam hati selalu terselip, semoga persahabatan ini terus terjalin hingga jadi nenek-nenek. Bahkan kalau bisa, anak cucu-nya bisa sahabat juga seperti kami. Hahaha..
Found a diamond is lucky,
Found a soulmate is a fate,
Have a bestfriend,
Keep the friendship,
is more than a happinnes...
~Luiza Cha~
Sahabat sejati selalu dihati, ya? :')
BalasHapus@anggi: iya donk.. pasti banget tuh. :D
BalasHapushummmmmm jeleknya gak ada tuhh bagus2 aja ><" nama g listi jdiin oncom prestooo dsar
BalasHapusHahaha.. bkn berarti persahabatan qt jelek loh.. :D
Hapus