14 Januari 2014

(14th) I want to Learn How to...

DISCLAIMER:
Hai! Inilah proyek menulis marathon '31 Days Full of Articles' hari ke Empat Belas! Kamu ingin join atau membaca tulisan sebelumnya atau sesudahnya, silahkan klik disini...

----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Profil Penulis:

Hei! Ini dia penulis tamu kita berikutnya. Beruntungnya, gue menemukan si penulis yang oke banget satu ini. Gaya nulisnya yang keren, sempet bikin gue iri banget nih. Siapa dia? Namanya adalah Intan! Silahkan baca kicauannya lewat twitter atau hubungi dia lewat facebook. Nah, daripada nunggu lama-lama, langsung saja ke TKP bersama tulisannya yang keren.. Ini dia...
----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------


Let’s Playing Guitar with Me, Dear
Saya selalu berdecak kagum setiap kali menyaksikan anak gadis yang jago main gitar. Bukan hanya karena dia jadi kelihatan keren, melainkan kayaknya enak banget bisa nyanyiin lagu apa aja diiringi gejrengan gitar semau kita. Saya emang suka nyanyi, walaupun suara saya nggak bagus-bagus amir sih. Tapi lumayanlah. Seenggaknya nggak sampe bikin telinga yang denger jadi panas lah :p Saya juga suka musik, saya beneran ngarep banget bisa metik senar gitar dengan piawai. Someday.

Keinginan untuk macarin gitar, sebenernya udah ada sejak SMP, saya pun punya target, ketika selesai UN dan menikmati liburan panjang, akan saya isi sama belajar main gitar. Sayang, hingga mengenakan seragam Putih-Abu, keinginan itu seakan semakin samar tertutup waktu. Hingga sekarang, ketika saya sudah duduk manis di semester 5 Perguruan Tinggi, keinginan kecil itu hanya berakhir sebatas keinginan. Kenapa? Mungkin karena menggebunya keinginan saya nggak berbanding lurus sama usaha yang saya lakukan kali ya?
***
Untaian rasa yg ku selipkan
Semoga mampu tuk meluluhkan
Hati pemilik senyum itu

Berbagai cara akan ku coba
Agar aku takkan kehilangan
Pandangan dari senyum itu

* Dan di saat ku katakan
   Jadi kekasihku
   Akan membuat
   Kau jauh lebih hebat

reff: Percaya padaku, uuuh
Percaya padaku, uuuh
Jiwaku untukmu, uuuh
Hidup terlalu singkat
Untuk kamu lewatkan
Tanpa mencoba cintaku

Petikan gitar di ujung sana terdengar manis banget di telinga. Dia terus melantunkan lirik-lirik cantik yang membuat saya salah tingkah di seberang sini. Untunglah, dia hanya melantunkan lagu itu via telepon, jika secara langsung, saya bisa pingsan saking bahagianya *please, jangan norak Intan.

Perkenalkan, lelaki di seberang sana yang udah berhasil bikin pipi saya merona merah begini bernama Dani. Dani aja, bukan Ahmad Dani *saya nggak suka sama om-om :p Dia tetangga saya di GB3 (gedung kuliah khusus anak FKIP di kampus), saya jurusan Fisika, dia Matematika *alamak, jurusan yang sama-sama bikin kepala saya mengkerut semasa SMA dulu. Dia temen baik saya *langsung di cie ciee-in sama temen-temen deket saya, bener cuma temen, Ntan? Bener kok, sekarang sih temen, nggak tau kalo esok lusa dia jadi demen sama saya *ngakak jahat :D

Jadi ceritanya, sejak ketemu si Dani, keinginan saya untuk punya pacar, eh main gitar, kembali menguat. Gimana nggak, Dani sering banget nyanyiin lagu-lagu cantik buat saya. Saya juga nggak mau kalah dong. Saya juga mau bikin pipinya dia bersemu merah karena dapet lagu spesial dari saya. Atau, mungkin suatu hari ntar saya dan dia bisa duet maut. Ngejreng bareng di depan kost *biar ditimpuk temen-temen kost yang bete denger suara cempreng kami.

***
Dan, udah lama pinter main gitar?”
Udah dong. Aku sama si Alan aja bentar lagi mau anniv ke-8.”
Hah? Alan? Kok kamu ga bilang kalo kamu maho sih?” saya langsung jejeritan alay.
Dani yang gemes langsung spontan noyor kepala saya.
Alan itu nama gitar aku, Ntan. Enak aja maho. Rugi banget maho, di samping aku ada cewek manis kayak kamu.” Hiks, jantung saya seakan memompa darah lebih cepat, dag dig dug der. Sialan si Dani, gombalannya ngefek jee :p
Awal Desember ntar temenin beli gitar yak, Dan. Terus ajarin aku main juga.”
Eh, beneran?”
Iya, sejak kapan aku berani ngebohongin makhluk Tuhan secakep kamu?”

Rasain Dan, rasain. Tak gombalin koe. Dani nyengir sambil misuh-misuh nggak jelas. Buat nutupin salah tingkahnya, dia nyubitin hidung pesek saya berkali-kali. Dan, Dan, mau dicubitin berapa kali pun, hidung saya tetep segini-gini aja. Batangnya nggak bakalan numbuh.

***
2 Desember 2013, tanggal yang saya pilih untuk menjemput Aluna –nama gitar saya kelak- di toko gitar bareng Dani. Udah saatnya saya mewujudkan keinginan kecil saya itu menjadi nyata. Bukan sekedar mimpi-mimpi kosong. Mungkin saya harus ngerelain diri sedikit berhemat di bulan depan. Mungkin saya juga harus merelakan jemari saya mendadak kram ketika memetik senar. Tapi bukankah dalam setiap proses belajar, kita harus mengorbankan banyak hal?

Saya ngerasa beruntung bisa ketemu sosok Dani yang berhasil membangunkan kembali impian masa dulu saya. Impian yang nyaris basi, nyaris ketutup sama waktu yang terus melaju. Sekarang, saya udah janji ke diri sendiri. Sekecil apapun mimpi, selagi itu bisa membawa diri ke arah lebih baik, maka saya harus mewujudkannya. Saya nggak akan membiarkan detik-detik waktu yang bergulir merenggut sadis mimpi itu tanpa pernah menjadi nyata. Mimpi ada untuk diperjuangkan. Mimpi tercipta untuk diwujudkan.

Terkadang, ketika ingin mempelajari sesuatu, kita butuh sosok di luar keinginan diri sendiri untuk membantu menjadikan keinginan itu semakin besar. Hingga kata ingin bukan lagi sekedar ingin, melainkan menjadi hal urgent untuk diwujudkan.”

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

Sila komentar. Komentarmu adalah penyemangat untuk tulisan berikutnya! See ya! ^^